LIFE THOUGHTS
this site the web

Thoughts

Gw lahir di kamar kelas ekonomi di sebuah RS di Jakarta Selatan. Masa bayi gw di sepetak kontrakan tua di daerah sekitar Cirendeu. Dan masa kecil gw tumbuh di komplek yang mayoritasnya anak-anak kampung yang bandel-bandel.

Masa kecil gw di warnai sama hal-hal pahit. Gw pernah merasakan yang namanya “pasti” kebanjiran kalo hujan, karena atap rumah gw bocor dan orang tua gw enggak ada biaya untuk memperbaikinya. Gw juga pernah makan di meja makan yang beratapkan langit, karena atap rumah gw bolong (lagi-lagi enggak ada biaya untuk menutupinya). Gw inget, di saat teman-teman gw merasakan enaknya main game seperti Nintendo atau Sega, sedangkan gw enggak bisa karena orang tua gw enggak mampu untuk membelikannya.


Hal lainnya yang cukup berat adalah, bokap gw adalah seorang polisi, yang “ringan tangan” dan amat sangat tempramental. Gw pernah digantung terbalik di kandang ayam (ayam pelung, jadi kandangnya gede, muat buat gw yang waktu itu kelas 2 SD) hanya karena marah-marah ke pembantu gw dan kedengeran bokap gw. Gw pernah dijedotin ke pintu sampai bibir gw sobek karena nilai IPS gw 5.0 waktu kelas 4 SD. Gw pernah disuruh menelan kertas ulangan gw yang nilainya 2.5 pas kelas 3 SD. Dan masih banyak lagi yang lainnya yang parah.

Gw enggak bermaksud merendahkan diri gw sendiri dan membuat gw seolah-olah minta rasa iba, ENGGAK. Kenapa? karena gw tau, di luar sana masih banyak yang nasibnya jauh lebih buruk daripada gw. Dan gw juga (diluar kepahitan tadi) punya banyak hal-hal yang menyenangkan semasa gw kecil. Begitu bokap gw pulang dari belanda (sekolah yang di biayai oleh negara), gw dibawain banyak mainan yang kebanyakan saat itu belum dimiliki oleh anak-anak lain. Gw juga pernah ngerasain jatuh dari motor, tapi di atas badan bokap gw waktu gw kecil (menandakan bahwa bokap gw juga sangat menyayangi gw diluar sikap galaknya). Hmmm, pokoknya gw merasa bersyukur kok sama masa kecil gw itu, karena gw masih merasa beruntung.

Sekarang gw mau bahas soal pandangan hidup. Ada yang unik yang pernah gw alamin semasa kecil. Hidup gw berlangsung dengan 2 sisi gaya hidup dan ekonomi yang kontras di sekitar gw. Lingkungan di rumah gw adalah lingkungan anak-anak kampung yang bandel-bandel, dan kebanyakan isi masyarakatnya mungkin tergolong “Uncivilize”. Hal ini sangat bertolak belakang dengan lingkungan sekolah gw, kebetulan gw sekolah di sekolah swasta yang isinya itu anak-anak orang yang kaya raya. Gw bisa masuk sekolah itu karena nyokap gw salah satu guru di tingkat SMA sekolah itu. Hal yang sangat unik gw rasain dengan keadaan itu. Gw banyak memperhatikan atau bahkan ikut terlibat di dalam kegiatan-kegiatan 2 kasta yang berbeda itu.

Contohnya misalnya : ketika gw abis main dari rumah temen sekolah gw untuk nyoba yang namanya main Billiard, gw setelah di rumah malah nyobain jadi “ojek payung” bareng temen-temen rumah gw. Atau misalnya gw yang cuma sekedar main “petak umpet” atau “tap jongkok” di rumah, sementara di sekolah gw nyobain main di laptop temen gw yang isinya permainan-permainan bahasa inggris untuk anak. Ada lagi yang kocak, kalo temen-temen gw di rumah pada belum ngerasain yang namanya makan pizza, spaghetti, atau makaroni.. sedangkan temen-temen sekolah gw justru banyak yang belum ngerasain makan yang namanya singkong, tempe, tahu, ikan teri, dll.. haduuuuh, ada-ada aja ya?

Begitulah, 2 sisi yang kontras itu, masa kecil gw yang banyak mengalami rasa pahit, ataupun sikap tempramental dan keras dari bokap gw, sangat berjasa dalam perkembangan gw. Kenapa berjasa sekali? karena dari situlah gw mulai berfikir dan mengamati keadaan sekitar. Gw menjadi orang yang bisa memposisikan diri di lingkungan gw. Gw menjadi orang yang memiliki sudut pandang luas jika berfikir maupun berpendapat. Gw menjadi orang yang hati-hati dalam mengambil tindakan dan keputusan. Gw juga menjadi orang yang memiliki komitmen dan keinginan yang kuat. Gw menjadi orang yang berusaha sebisa mungkin menghindari terjadinya masalah. Gw jadi orang yang bisa mengalah dan menerima sesuatu. Banyak hal-hal positif yang akhirnya gw dapet.

Tapi.. ada juga hal-hal negatifnya. Gw emang bisa memposisikan diri dengan lingkungan, tapi gw termasuk orang yang kikuk di awal perkenalan, gw sering merasa rendah diri jika masuk dalam suatu kelompok baru. Gw emang bisa mengalah dan menerima dengan baik, tapi jika itu konteksnya untuk orang asing alis temen gw yang kurang deket, ataupun orang lain yang enggak gw kenal, tapi justru gw akan dengan mudah menumpahkan kekesalan dan emosi gw dengan orang-orang terdekat gw. Gw juga kadang berfikir terlalu berlebihan akan masalah yang gw hadapi, membuat gw terlalu banyak pertimbangan.

Tapi, untungnya adalah.. gw bukan orang yang munafik. Gw bukan orang cengeng yang mudah jatuh. Gw orang yang berfikir luas. Gw adalah manusia yang sangat menghargai dan mensyukuri hidup gw. Gw bukan orang bodoh yang dengan berulang-ulang melakukan kesalahan yang sama. Gw bukan pembual. Gw mau mengakui kesalahan-kesalahan gw. Gw sebisa mungkin ingin bisa menjaga perasaan orang lain. Gw bukan tukang bohong. Gw manusia berkomitmen. Gw amat sangat menghargai orang lain. Dan yang paling gw bangga, gw bukanlah seorang pengkhianat! dalam bentuk apapun..

Dan gw amat bersyukur karena terhindar dari hal-hal yang disebutkan dalam paragraf sebelum ini..

Full Page »»

Commitment

Gw mulai main musik sejak kelas tiga SMP. Dan gw pun membentuk Nada yang sampai saat ini berdiri sejak gw kelas 2 SMA yang berarti itu sudah 7 tahun lebih. Sejak kelas 2 SMA itu gw sudah berkomitmen untuk memiliki cita-cita “ingin menjadi musisi yang sukses dan terkenal”. Dan sejak tahun ke 2 Nada berdiri, gw berkomitmen untuk “SERIUS”.



Udah banyak yang gw laluin bareng Nada. Gw pernah menghadapi yang namanya “sulit” secara ekonomi, perjalanan, maupun yang lainnya bersama mereka. Jalan terjal itu banyak banget hadir disana. Dari gw yang susah, gw yang pernah hampir berhasil, gw yang jatuh, sampai gw memulai lagi dari awal. Dan semua itu masih gw jalani sesuai dengan komitmen dan perkataan gw.

Kami (Nada) pernah mengalami yang namanya berjalan kaki sejauh 1 KM lebih hanya untuk sekedar latihan, itu berlangsung 2 kali seminggu, dan keadaan itu tetap demikian untuk kurun waktu kira-kira selama 6 bulan lebih. Kami pernah berkali-kali menghadiri acara musik di tengah kota hanya mengendarai motor bebek merk china (jialing), yang kami naiki bertiga dengan membawa seperangkat alat musik lengkap, dan kami mengendarainya tanpa SIM, sehingga harus mengendap-ngendap melalui jalan tikus dengan tampilan seperti prajurit yang mau perang. Kami pernah ditimpuki oleh penonton karena musikalitas kami yang buruk. Kami juga pernah ditimpuki penonton hanya karena kami “tidak termasuk komunitas mereka”. Kami pernah hanya manggung di acara kampung ke kampung dalam rangka 17-an yang penontonnya dihadiri hanya ibu-ibu, bapak-bapak, sampai hanya semuanya itu anak-anak kecil. Malahan kami pernah manggung di acara kecil yang tidak ada penontonnya kecuali panitia acara, tukang bersih-bersih, dan teman-teman kami sendiri. Kami merasakan yang namanya ingin manggung tanpa dibayar (yang penting manggung!) yang sampai untuk itupun kami memohon-mohon agar bisa manggung.

Namun… kami juga pernah manggung di acara besar tahun baru di panggung yang besar, sampai manggung untuk acara TV dan Radio (live performance maupun wawancara langsung). Kami pernah merasakan menjadi “The Best Rising Star of 2005” di sebuah radio di Mampang. Kami pernah merasakan memiliki fans-fans belia yang suka meneleponi kami sampai sangat mengganggu aktifitas pribadi kami. Kami pernah juga manggung dengan bayaran “jutaan” (tidak lagi sekedar gratis, atau ratusan ribu). Kami pernah secara khusus diundang untuk tampil di acara “Peringatan Hari Musik Sedunia” di Lippo Karawaci untuk mewakili suatu komunitas musik. Kami pernah dilayani oleh panitia acara bagaikan Raja karena menjadi salah satu “Guest Star” acara olahraga suatu sekolah swasta. Kami pernah manggung disaat hujan deras, namun penontonnya tetap tak beranjak tidak peduli, mereka menari-nari, ikut bernyanyi, membentuk putaran kereta api, sambil diguyur derasnya hujan hanya untuk menikmati musikalitas dan performance kami.

Iya.. hitam dan putihnya, manis dan pahitnya, senang dan sedihnya, mudah dan susahnya, besar dan kecilnya.. semua udah gw lalui bersama Nada. Ganti personil, konflik intern, personil keluar sampai akhirnya tinggal berdua.. huffffthh.. dan gw masih tetap bermimpi sambil terus berusaha, terus berfikir, terus berlatih, tanpa takut kecewa, tanpa takut gagal, tanpa takut jatuh.. terus beranggapan bahwa esok akan lebih baik, tetap yakin bahwa semua usaha pasti ada hasilnya yang menguntungkan.

Itulah arti dari sebuah komitmen untuk gw.. dan cerita di atas adalah analogi untuk menjawab cerita yang ditulis Principessa tentang komitmen bagi dia. “Ketakutan akan sebuah komitmen.. takut akan hadirnya kekecewaan.. takut akan hinggapnya hal yang menyakitkan.. takut akan bersemayamnya rasa gundah..” hmmm, tapi apa? “namun.. begitu keadaan sudah mulai aman, akhirnya saya dan pacar coba untuk mulai berkomitmen” pacar disana maksudnya adalah si "turtle". Huffffth, silahkan kalian semua berkomentar.. itu hak kalian..

Maaf.. tapi bagi saya, komitmen bukan hal yang hanya sekedar ucapan, bukan hanya mimpi semata seorang remaja, bukan hanya buah pikiran yang kekanak-kanakan.. Dan kata-kata saya yang dulu pernah bilang “aku mau menerima kamu apa adanya, aku mau menemani kamu, aku mau berusaha dan berjuang bersama kamu..” dan juga “aku sungguh menyayangi kamu dan takut kehilangan kamu” itu benar adanya dan saya jalani sesuai dengan apa yang saya katakan.. bukan hanya mimpi.. bukan khayalan.. bukan harapan.. apalagi bualan..

Itu semua adalah awal dari komitmen saya untuk Principessa. Lebih dari sekedar janji yang sewaktu-waktu bisa diingkari.. jelas lebih dari itu..

Full Page »»

Decision

Ini adalah sebuah analogi : Andi adalah kepala buruh di sebuah perusahaan. Perusahaannya sedang kekurangan buruh. Andi mendapati 2 bocah yang ingin melamar yang usianya masih di bawah 17 tahun, bahkan mereka masih duduk di bangku sekolah. 2 bocah tersebut adalah anak yang tak mampu, dan bermaksud ingin bekerja agar dapat membantu keluarganya. Di sini andi menghadapi konflik, di satu sisi ia ingin bisa membantu kedua bocah tersebut dengan memperkerjakan mereka sebagai buruh sehingga upah pekerjaan mereka bisa membantu keluarga mereka. Namun disisi yang lain, andi tidak dapat memperkerjakan mereka karena mereka masih berusia di bawah 17 tahun, yang tentunya bisa berdampak perusahaannya akan dikenai hukuman karena memperkerjakan anak di bawah umur sebagai buruh. Di sisi yang lain pula, perusahaannya sedang sangat membutuhkan tambahan buruh.



Dan inilah keputusan yang andi ambil : andi menerima mereka bekerja sebagai pekerja paruh waktu yang tidak resmi (mencocokan waktu dengan jadwal sekolah si bocah) dan memberikan mereka upah sesuai jam kerja mereka. Setelah si bocah tadi lulus sekolah dan cukup umur, barulah andi menerima mereka sebagai pegawai tetap dan menggaji mereka secara utuh. Dengan demikian andi memuaskan semua pihak, andi akhirnya dapat membantu si bocah tanpa harus perusahaaannya terkena sanksi, dan perusahaannya pun mendapatkan tambahan buruh baru sesuai dengan kebutuhan. Andi berhasil berfikir melingkar atau berfikir dengan mempertimbangkan segala sudut pandang dan fakta yang ada, yang akhirnya akan menghasilkan keputusan yang tepat. Tidak ada pihak yang dirugikan.

Analogi di atas dikutip dari sebuah buku yang gw baca. Dari situ gw menyimpulkan dalam sebuah kalimat “berarti, seharusnya tidak ada yang namanya keputusan yang salah, atau salah mengambil keputusan, karena sebenarnya pasti ada keputusan yang benar dan terbaik yang akhirnya memang paling optimal dan menguntungkan semua pihak tanpa merugikan satu pihak tertentu jika kita dapat berfikir melingkar”. Gw berani mengatakan ini adalah “Hukum” yang artinya absolut, bukan lagi sekedar “Teori”. Kenapa? mari gw jelaskan dengan perlahan..

Untuk kita dapat benar-benar berfikir melingkar itu memang sulit. Di dalam buku di sebutkan kita harus terbebas dari 7 hal (kalau tidak salah). Di sini gw akan wakili 7 hal itu dengan 2 kata “egois” atau mementingkan diri sendiri dan “berat sebelah” terhadap suatu hal, karena memang pada intinya ke-7 hal itu memang merupakan poin-poin yang intinya adalah ke-egoisan ataupun berat sebelah. Jika kita berhasil menyingkirkan rasa itu, barulah kita dapat berfikir melingkar.

Sekarang akan gw gambarkan kemungkinan-kemungkinan keputusan lain yang bisa di ambil oleh andi. Jika andi berpendapat “pokoknya perusahaan harus dapat tambahan pegawai baru”, bisa saja andi menolak lamaran si bocah tadi dan mencari pegawai yang lain yang cukup umur sehingga tidak akan terkena sanksi, namun tentu itu akan merugikan si bocah karena si bocah akhirnya tidak akan mendapat tambahan uang untuk membantu keluarganya. Atau, bisa saja andi tetap menerima mereka bekerja sebagai pegawai tetap karena ingin menolong mereka dan tidak memperdulikan keadaan perusahaan yang mungkin akan terkena sanksi. Namun kenyataannya tidaklah demikian, karena andi dapat berfikir melingkar tanpa rasa egois mementingkan diri sendiri ataupun rasa yang berat sebelah terhadap satu pihak.

Nah, disisi yang lain, ada satu pilihan lagi. Yaitu andi berfikir “kenapa saya harus peduli dengan keadaan si bocah? toh dia bukan siapa-siapa saya..” atau mungkin “kenapa saya harus memikirkan perusahaan? toh dampaknya tidak akan banyak berpengaruh buat saya..” yang akhirnya akan membuat dia tidak menolong si bocah maupun perusahaan. Untuk ini, ada penjelasannya.. yaitu “suara hati”. Suara hati adalah suara titipan Tuhan untuk kita, dan suara hati itu adalah suara yang akan menghasilkan sesuatu yang namanya “Anggukan Universal”. Contoh : waktu kita lihat sampah di buang sembarangan, suara hati akan bilang “ambil sampah itu! taruh pada tempatnya”, sayangnya kebanyakan dari kita akan mengbaikannya dan akhirnya tetap membiarkan sampah itu berserakan di jalanan. Atau ketika kita melihat pengemis di jalan, pasti akan muncul rasa iba dari hati kita, dan suara hati berkata “beri dia sesuatu, uang atau apapun, kasihan dia” dan lagi-lagi, kebanyakan dari kita akan berfikir “ah, paling ini cuma pengemis yang pura-pura..” yang akhirnya membuat kita tidak menolongnya. Itulah alasannya mengapa andi memiliki rasa ingin menolong, karena ia mengikuti suara hatinya, dan memang sulit untuk membedakan yang mana suara hati dan yang mana keinginan atau ke-egoisan kita.

Hmm.. cukup ngelanturnya soal suara hati, sekarang kembali ke soal “Decision” tadi yang gw bahas. Iya, kita akan mendapatkan keputusan yang benar dan terbaik, jika kita dapat berfikir melingkar. Contoh-contoh di atas gw rasa udah cukup untuk menerangkannya kenapa gw sampai bilang ini adalah “absolut”. Gw bisa bilang demikian karena memang benar adanya, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian, jika kita dapat berfikir melingkar tentu kita akan mendapatkan keputusan yang BENAR untuk semua pihak yang terlibat, bahkan yang tidak terlibat (jika mereka bisa berfikir objektif). Maka selanjutnya tidak akan ada kata seperti “Setelah punya cukup kekuatan, saya jadi semakin tau bahwa keputusan saya ini sungguh menyakiti dia. Tapi saya harus, karena saya ngga mau lagi menipu diri. Saya ingin mengikuti kata hati, pemikiran, dan keinginan saya. Toh, pemikiran saya ngga salah buat sebagian orang. Hanya buat ‘Caya dan sebagian orang di sekelilingnya lah saya menjadi salah.”

Kaget? iya, tulisan ini gw buat khusus untuk Principessa, untuk menjawab perkataannya. Perkataan tadi adalah kata-kata Principessa di blognya. Apa pendapat dan jawaban gw? Amin aja, semoga dia benar dan dihindari dari perasaan bersalah sampai kapanpun. Wish u Luck Principessa..

Full Page »»
 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies